Minggu, 12 Agustus 2018


Ada Cahaya di Asrama
By : Pipit Era Martina

Senyuman mawar yang indah tak kan mungkin dapat terlukis dalam rangkaian kata maupun sulaman sketsa. Yahhh, seperti itulah rasa yang kami dapati selama di asrama, asrama yang menyisakan ribuan cerita, ratusan airmata namun berlimpah tawa yang tak dapat terukir dan tak pula dapat terulang. 


KARIN, satu kata yang menyimpan puluhan rahasia, cahaya dan juga cinta. Tak pernah terbersit dalam angan, kami kan temui cahaya yang selama ini menerawang jauh dalam pandangan, meraba rasa yang ternyata terkupas dalam asrama. Berbeda budaya dan bahasa bukanlah halangan untuk kami saling berbagi rasa, nyatanya perbedaanlah yang menyatukan cinta kami menjadi indah, penuh warna berhias tawa.

Riuh renyah canda tawa berhasil melepas lelah yang menggantung di pundak, seolah meruntuhkan masalah yang tak kunjung usai. Kebersamaan yang singkat bukan berarti kesan tak tersirat, faktanya kisah kami terus melekat dalam ingat dan terbuai indah dalam benak. Ahh, ingin rasanya kembali  pada pelukan yang selalu menghangatkan juga tawa yang selalu menentramkan.

Ada cahaya yang tak biasa dalam asrama, cahaya yang lahir dari indahnya senyuman bahagia ketika bersama. Kami bersama karena berbeda, langkah dan tujuan yang serupa menjadikan hati kami bersahut, genggaman erat melangkah bersama mencoba menggali ambisi yang belum jua usai terealisasi. Karakter yang beraneka rupa menjadikan kami tahu bahwa dunia bukanlah hanya untuk bertandang hidup, melainkan meraih genggaman dari ribuan rasa dan rupa yang berbeda. Tak ayal, kami menjadi satu di berbagai situasi dan menciptakan kerinduan yang tak terhingga hingga melahirkan air mata ketika jabat memaksa kami terpisah karena jarak.

Sesaat termenung kala mengingat kata ‘karin’, mungkin hingga saat ini tempat yang dulu kami jadikan persinggahan ternyaman menjadi wadah cinta yang baru bagi generasi baru. Bercurah rasa menjadi bumbu percakapan di setiap detiknya, berbagi airmata pun menjadi santapan kami. Peluh yang hadir bukanlah menjadi beban berat, akan tetapi menjadi pengobat lelah dikala kami harus terus berjuang demi masa depan.

Ya, cahaya itu tampak nyata terpancar dari asrama. Cahaya yang menentramkan jiwa, cahaya yang menarik hati untuk selalu di kunjungi. Dengan cahaya itulah kami senantiasa bersua dengan gembira dan bercumbu dengan tawa tanpa beban. Bahkan diksikupun serasa habis termakan angan yang selalu menerkam tak kunjung menghilang. Akankah bahagia dapat menyatukan kami lagi disituasi yang kami ingini di suatu hari nanti?

Selalu bersemoga, raga yang terpisah tak menjadikan hati terpecah bahkan terbelah. Semoga angin senantiasa setia mengirimkan rindu pada masing-masing jiwa yang selama ini menautkan cinta tak bertepi. Semoga kisah kasih yang pernah tertoreh takkan pernah usai meski langkah gerak tak lagi beriringan, senyuman yang tak lagi nampak didepan tatap tetaplah menjadi torehan rasa ternyaman dalam angan. Dann cinta yang tertuang semoga takkan pernah hilang termakan waktu, tetaplah bermuara dalam jiwa hingga pada akhirnya cinta tak lagi bernyawa.

Karin, satu kata yang takkan pernah terlupa, menggores indah dalam sejarah cinta, terukir sempurna dalam ingatan penghuninya, dan menuangkan buih-buih cinta yang bermuara pada kasih tak berujung. Bagai rembulan yang memberikan cahaya pada bumi kegelapan, bagai embun yang memberikan kesejukan pada tapak yang gersang, bagai matahari yang senantiasa menyinari hari tanpa jera dan bagai angin yang tak pernah lelah mengukir rindu pada ruang kesenyapan, begitulah rasa cinta yang tertuang di karin, tak kan pernah jera pun sirna.

Malang, 12 Agustus 2018

Tidak ada komentar: