Ada Cahaya di Asrama
By : Pipit Era Martina
Senyuman mawar yang indah tak kan mungkin dapat terlukis
dalam rangkaian kata maupun sulaman sketsa. Yahhh, seperti itulah rasa yang
kami dapati selama di asrama, asrama yang menyisakan ribuan cerita, ratusan
airmata namun berlimpah tawa yang tak dapat terukir dan tak pula dapat
terulang.
KARIN, satu kata yang menyimpan puluhan rahasia, cahaya dan juga
cinta. Tak pernah terbersit dalam angan, kami kan temui cahaya yang selama ini
menerawang jauh dalam pandangan, meraba rasa yang ternyata terkupas dalam
asrama. Berbeda budaya dan bahasa bukanlah halangan untuk kami saling berbagi
rasa, nyatanya perbedaanlah yang menyatukan cinta kami menjadi indah, penuh
warna berhias tawa.
Riuh renyah canda tawa berhasil melepas lelah yang
menggantung di pundak, seolah meruntuhkan masalah yang tak kunjung usai.
Kebersamaan yang singkat bukan berarti kesan tak tersirat, faktanya kisah kami
terus melekat dalam ingat dan terbuai indah dalam benak. Ahh, ingin rasanya
kembali pada pelukan yang selalu
menghangatkan juga tawa yang selalu menentramkan.
Ada cahaya yang tak biasa dalam asrama, cahaya yang
lahir dari indahnya senyuman bahagia ketika bersama. Kami bersama karena
berbeda, langkah dan tujuan yang serupa menjadikan hati kami bersahut, genggaman
erat melangkah bersama mencoba menggali ambisi yang belum jua usai terealisasi.
Karakter yang beraneka rupa menjadikan kami tahu bahwa dunia bukanlah hanya
untuk bertandang hidup, melainkan meraih genggaman dari ribuan rasa dan rupa
yang berbeda. Tak ayal, kami menjadi satu di berbagai situasi dan menciptakan
kerinduan yang tak terhingga hingga melahirkan air mata ketika jabat memaksa
kami terpisah karena jarak.
Sesaat termenung kala mengingat kata ‘karin’, mungkin hingga
saat ini tempat yang dulu kami jadikan persinggahan ternyaman menjadi wadah
cinta yang baru bagi generasi baru. Bercurah rasa menjadi bumbu percakapan di
setiap detiknya, berbagi airmata pun menjadi santapan kami. Peluh yang hadir
bukanlah menjadi beban berat, akan tetapi menjadi pengobat lelah dikala kami
harus terus berjuang demi masa depan.
Ya, cahaya itu tampak nyata terpancar dari asrama. Cahaya
yang menentramkan jiwa, cahaya yang menarik hati untuk selalu di kunjungi.
Dengan cahaya itulah kami senantiasa bersua dengan gembira dan bercumbu dengan
tawa tanpa beban. Bahkan diksikupun serasa habis termakan angan yang selalu
menerkam tak kunjung menghilang. Akankah bahagia dapat menyatukan kami lagi
disituasi yang kami ingini di suatu hari nanti?
Selalu bersemoga, raga yang terpisah tak menjadikan hati
terpecah bahkan terbelah. Semoga angin senantiasa setia mengirimkan rindu pada
masing-masing jiwa yang selama ini menautkan cinta tak bertepi. Semoga kisah
kasih yang pernah tertoreh takkan pernah usai meski langkah gerak tak lagi
beriringan, senyuman yang tak lagi nampak didepan tatap tetaplah menjadi
torehan rasa ternyaman dalam angan. Dann cinta yang tertuang semoga takkan
pernah hilang termakan waktu, tetaplah bermuara dalam jiwa hingga pada akhirnya
cinta tak lagi bernyawa.
Karin, satu kata yang takkan pernah terlupa, menggores indah
dalam sejarah cinta, terukir sempurna dalam ingatan penghuninya, dan menuangkan
buih-buih cinta yang bermuara pada kasih tak berujung. Bagai rembulan yang
memberikan cahaya pada bumi kegelapan, bagai embun yang memberikan kesejukan
pada tapak yang gersang, bagai matahari yang senantiasa menyinari hari tanpa
jera dan bagai angin yang tak pernah lelah mengukir rindu pada ruang
kesenyapan, begitulah rasa cinta yang tertuang di karin, tak kan pernah jera pun
sirna.
Malang, 12 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar