Ana Uhibbuka Fillah, Aku Jatuh Cinta Ke Sekian Kalinya
By: Pipit Era Martina
Senyuman senja disore hari melambai lembut pada mentari yang
tengah asik memandang riuh rerumputan yang bersenandung ria bercerita tentang
cinta yang tiada habis dalam pembahasan. Mengantarku pada kenang yang telah
lama terpendam apik dipelataran qolbu. Merindu sajak cinta yang bergema di
altar pernikahan, yahhh sepuluh tahun sudah, suara yang menggemakan rasa
tersimpan dalam angan, membumbung tinggi di album senja. Kupandang lekat potret pernikahan yang masih
tersusun rapi dalam album foto, ‘ahhh betapa indahnya masa itu’ gumamku
berselimut haru, seketika rasa itu bernostalgia dalam raga, menari lagi seperti
sepuluh tahun silam, sedang angin menertawaiku penuh canda.
Bukan perkara mudah melampaui waktu bersama satu orang yang
harus kulihat dari mulai terbukanya mata hingga terlelapnya rasa, mengabdi
hanya pada satu cinta, mencumbu hanya pada satu rasa dan merindu hanya pada
satu raga. Dulu, anganku tak serumit itu, mengukir indah bayang bahtera
pernikahan, melukis cinta penuh warna yang tak kusangka hanya hitam putih pada
akhirnya. Menggemakan rasa berkerudung cinta di tiap hembus nafas bukanlah
satu-satunya dalam biduk rumah tangga, banyak suara yang menghias di tiap sudut
keseharian. Coba dan goda jadi santapan yang kian membuyarkan rasa cinta,
melunturkan gema syahdu di hari itu. Bayangku rumah tangga kan dipenuhi dengan
aroma cinta di tiap harinya, berdendangkan syair rindu di tiap menitnya, dan
berwarnakan jingga di tiap sudut pandangnya. Namun nyatanya, aroma ego
menguasai diri, syair amarah terkadang menyelimuti raga hingga rindu tak kuasa
membendungnya, bahkan warna jingga yang kuharapkan terkadang hanya berwarna
hitam putih berterbangan di tiap sudut pandang.
Sajak mentari yang menyejukkan membuat hati bergumam sendu,
sentuhan embun berhasil menyentak
kedalaman rasa, bahwa bahagia bukan hanya tentang cinta melainkan ada Allah
yang senantiasa lekat ditiap denting waktu. Mungkin sadarku tak secepat
layangan cintaku padamu di masa itu, namun sadarku seketika tersentak saat ku
sadar bahwa cintamu suci berlandas iman yang mengguyuri. Ketika cinta
berlandaskan iman, maka cobaan yang menghampiri bukanlah menjadi cobaan yang
menjadikan penghalang untuk memperkuat ibadah serta iman dalam diri. Namun
ketika cinta berlandaskan nafsu, maka coba dan goda menjadi bumerang yang
meruntuhkan kekuatan cinta dan iman dalam genggaman. Syukurku tak henti
tentangmu, menatap lekat peluhmu membuatku sadar, tak selamanya ego menjadi
penengah dan tak selamanya amarah menjadi jalan satu-satunya dalam penyelesaian.
Meski cinta tak menjamin bahagia, tapi dengan cinta, iman kan terjaga dengan
sempurna. Sedang cinta tak’kan menjadi sempurna tanpa adanya iman yang melekat
dalam pelipis cinta itu sendiri.
Ana uhibbuka fillah my heart, my hero and my life, aku jatuh
cinta untuk ke sekian kalinya, debar jantungku seakan bernostalgia, tatap senja
yang menggoda membuatku malu pada rasa yang kini kembali memburu, ku harap rasa
ini akan menjadikan biduk rumah tangga kembali beraromakan cinta yang kian
bermekaran di tiap denting waktu yang berlalu. Senja yang sedari tadi menatap,
melempar senyum penuh harap bahwa cinta yang terekat tak’kan terlepas hanya
karena sebuah hasrat. Mencumbu kembali rindu yang mungkin mulai semu,
membingkai rasa berlukiskan cinta, membalut raga dengan iman yang menguatkan,
sungguh tiada kenikmatan serta kebahagiaan yang dirasa tanpa adanya iman yang
membalut cinta dalam percintaan antara manusia. Tak ada hal lain yang membuat
bidadari cemburu, selain cinta suami istri yang terbalut anggun dengan iman
yang tak pernah renggang termakan waktu. I hope, we will be together forever until
jannah, Ammin ya rabbal ‘alamin Istajib Du’ana Ya Allah. _True story
Malang, 04 september 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar