Selasa, 04 September 2018


Ana Uhibbuka Fillah, Aku Jatuh Cinta Ke Sekian Kalinya
By: Pipit Era Martina

Senyuman senja disore hari melambai lembut pada mentari yang tengah asik memandang riuh rerumputan yang bersenandung ria bercerita tentang cinta yang tiada habis dalam pembahasan. Mengantarku pada kenang yang telah lama terpendam apik dipelataran qolbu. Merindu sajak cinta yang bergema di altar pernikahan, yahhh sepuluh tahun sudah, suara yang menggemakan rasa tersimpan dalam angan, membumbung tinggi di album senja.  Kupandang lekat potret pernikahan yang masih tersusun rapi dalam album foto, ‘ahhh betapa indahnya masa itu’ gumamku berselimut haru, seketika rasa itu bernostalgia dalam raga, menari lagi seperti sepuluh tahun silam, sedang angin menertawaiku penuh canda.


Bukan perkara mudah melampaui waktu bersama satu orang yang harus kulihat dari mulai terbukanya mata hingga terlelapnya rasa, mengabdi hanya pada satu cinta, mencumbu hanya pada satu rasa dan merindu hanya pada satu raga. Dulu, anganku tak serumit itu, mengukir indah bayang bahtera pernikahan, melukis cinta penuh warna yang tak kusangka hanya hitam putih pada akhirnya. Menggemakan rasa berkerudung cinta di tiap hembus nafas bukanlah satu-satunya dalam biduk rumah tangga, banyak suara yang menghias di tiap sudut keseharian. Coba dan goda jadi santapan yang kian membuyarkan rasa cinta, melunturkan gema syahdu di hari itu. Bayangku rumah tangga kan dipenuhi dengan aroma cinta di tiap harinya, berdendangkan syair rindu di tiap menitnya, dan berwarnakan jingga di tiap sudut pandangnya. Namun nyatanya, aroma ego menguasai diri, syair amarah terkadang menyelimuti raga hingga rindu tak kuasa membendungnya, bahkan warna jingga yang kuharapkan terkadang hanya berwarna hitam putih berterbangan di tiap sudut pandang.

Sajak mentari yang menyejukkan membuat hati bergumam sendu, sentuhan embun  berhasil menyentak kedalaman rasa, bahwa bahagia bukan hanya tentang cinta melainkan ada Allah yang senantiasa lekat ditiap denting waktu. Mungkin sadarku tak secepat layangan cintaku padamu di masa itu, namun sadarku seketika tersentak saat ku sadar bahwa cintamu suci berlandas iman yang mengguyuri. Ketika cinta berlandaskan iman, maka cobaan yang menghampiri bukanlah menjadi cobaan yang menjadikan penghalang untuk memperkuat ibadah serta iman dalam diri. Namun ketika cinta berlandaskan nafsu, maka coba dan goda menjadi bumerang yang meruntuhkan kekuatan cinta dan iman dalam genggaman. Syukurku tak henti tentangmu, menatap lekat peluhmu membuatku sadar, tak selamanya ego menjadi penengah dan tak selamanya amarah menjadi jalan satu-satunya dalam penyelesaian. Meski cinta tak menjamin bahagia, tapi dengan cinta, iman kan terjaga dengan sempurna. Sedang cinta tak’kan menjadi sempurna tanpa adanya iman yang melekat dalam pelipis cinta itu sendiri.

Ana uhibbuka fillah my heart, my hero and my life, aku jatuh cinta untuk ke sekian kalinya, debar jantungku seakan bernostalgia, tatap senja yang menggoda membuatku malu pada rasa yang kini kembali memburu, ku harap rasa ini akan menjadikan biduk rumah tangga kembali beraromakan cinta yang kian bermekaran di tiap denting waktu yang berlalu. Senja yang sedari tadi menatap, melempar senyum penuh harap bahwa cinta yang terekat tak’kan terlepas hanya karena sebuah hasrat. Mencumbu kembali rindu yang mungkin mulai semu, membingkai rasa berlukiskan cinta, membalut raga dengan iman yang menguatkan, sungguh tiada kenikmatan serta kebahagiaan yang dirasa tanpa adanya iman yang membalut cinta dalam percintaan antara manusia. Tak ada hal lain yang membuat bidadari cemburu, selain cinta suami istri yang terbalut anggun dengan iman yang tak pernah renggang termakan waktu. I hope, we will be together forever until jannah, Ammin ya rabbal ‘alamin Istajib Du’ana Ya Allah. _True story

Malang, 04 september 2018

Tidak ada komentar: